BIRU TURQUISE

Bising kendaraan bermotor masih menghiasi jalanan depan kosanku. Oh ya, baru sadar bahwa malam nanti adalah malam minggu.  Para pemuda-pemudi lebih sering menghabiskan malam itu di pusat kota atau di tempat-tempat hiburan seperti bioskop, tempat karaoke, atau dinner  dengan pasangannya.
“Assalamu’alaikum, Laifa,  Aku tunggu di taman Anggrek Kota jam 19.00 WIB. Aku akan menunggu sampai Laifa datang”
Pesan singkat itu seperti petir yang menyambar di siang bolong. Beberapa bulan setelah kejadian itu. Memang, kejadian itu bukan kehendakku dan ia. Tapi tak bisa kututupi bahwa keputusan yang dia ambil itu telah menggoreskan luka. Seberapa besar usaha dia untuk menghapus luka itu, tetap saja masih ada bekasnya.
Senja begitu terang. Semburat kemuning sang surya mencipta ornamen di ufuk barat. Apakah aku harus menemuinya? Aku memang belum bisa berpaling darinya. Bahkan entah mengapa hati seakan telah saling terpaut. Bagaimana tidak? Dia selalu datang di tengah mimpiku. Suatu hari dia meminta seteguk air minum, aku pun memberinya segelas air putih. Di saat yang lain, dia melihatku dari kejauhan. Dalam jarak pandang yang masih bisa kupastikan itu benar dia dengan tatapan yang penuh tanda tanya seolah berkata bahwa dia tak ingin seperti ini.
Malam tiba tapi sepertinya langit sedang murung. Tak ada bintang. Bulan pun samar. Langit sendu. Sesendu suasanaku malam ini.  Hati dan jiwaku sudah lama sekali merindukannya. Hati dan jiwaku selalu ingin bertemu dengannya. Kadang hati dan jiwaku berontak atas apa yang telah terjadi. Hati dan jiwaku masih rapuh untuk berdiri tegak sendiri. Hati dan jiwaku ingin dia kembali. Baiklah, aku akan menemuinya.
Aku sampai di tempat itu tepat jam 19.00 WIB. Ternyata ia sudah berdiri di tempat itu. Dengan ragu aku menemuinya.Terdiam sejenak. Ia seperti ingin menyampaikan suatu hal. Dia memulai pembicaraan dengan memanggil namaku sembari memberikan sebuah kotak bersampul putih tidak terlalu besar. Sajak yang ia rangkai menyiratkan pesan yang sulit untuk dimengerti. Dimengerti oleh keadaan.
Kubuka sebuah kotak itu. Baju gamis sutera warna biru turquise dengan manik-manik yang sangat indah lengkap dengan kerudungnya. Apa maksudnya? selembar kertas diatasnya bertuliskan pesan ia ingin aku memakainya untuk datang di acara temannya besok malam.

keesokan harinya, aku datang dengan memakai baju itu. Ia tersenyum dan meraih tanganku berjalan menuju tempat acara. Aku hanya diam. Tak keluar sepatah kata pun. Ditengah acara, aku meminta izin untuk keluar sebentar. Beberapa menit aku kembali. Pandanganku mencari namun tak menemukanya. Aku kirim pesan singkat untuk menanyakan ia dimana? Tapi belum sempat kubuka jawaban dari pesan singkat itu, suara lantunan ayat-ayat al-Qur’an terdengar di masjid seberang. Kubuka mata dan segera kuambil handphone yang ada di sampingku. Kubuka kotak pesan. Ternyata tidak ada sama sekali semua pesan singkat itu. 

*terinspirasi kisah seorang teman.

Komentar