maaf..

Malam itu, sang pena tengah menatap selembar kertas putih tanpa setitik warna lain. Kertas putih yang masih halus tanpa sedikit pun bekas lipatan. Selembar kertas putih yang sedang termenung di bawah cahaya bulan separo. Sang pena berkata,
"Wahai lembaran putih... Kau begitu bersih, suci, indah, dan harum bak minyak wangi?". Sembari menyentuh kertas itu dengan pelan,"Tinta mana yang akan kau izinkan melukis kehidupan dalam dirimu yang suci itu?"
Selembar kertas itu tak memberi jawaban apa-apa. Sepatah kata pun tak ia sampaikan. 
Sang pena kembali bertanya,"mengapa wajahmu begitu sendu? adakah hal yang sedang kau fikirkan? wahai lembaran putih.. beri tahu aku agar aku dapat mengerti keadaanmu.."
Selembar kertas itu menatap sang pena sejenak. Setelah itu, ia kembali memalingkan pandangannya. 
Sang pena masih tetap berusaha untuk membuatnya mau berbicara padanya, pena pun kembali bertanya,
"Wahai selembar kertas nan elok.. izinkan aku tuk bercerita padamu tentang peri kecil. Peri kecil yang sedang melagu atas nama rindu yang sangat mendalam pada sang pangeran. Setiap hari, peri kecil ini bercengkerama bersama pada para kurcaci langit yang menari girang dalam sunyi malam. Bersenda gurau dengan angin yang kadang berhembus memberikan sedikit kedamaian. Hingga pagi datang bersama embun yang membawa kesejukan."
"tahukah engkau?" sang pena tersenyum dan memeluk selembar kertas itu.
"kemudian dia terlelap, dan..."
 tiba-tiba terdengar suara sesenggukan akibat derasnya air mata yang mengalir.
"wahai selembar kertas nan cantik... apa yang sedang menimpamu?" sambil menyeka air matanya.
selembar kertas itu masih terdiam. tak keluar sepatah kata pun.
"...dan peri kecil tadi bertemu dengan pangeran yang diharapkannya"
"lalu?" akhirnya selembar kertas itu bersuara meski hanya sepatah kata.
"hemmm tapi.., sang pangeran datang bukan untuk memenuhi janjinya satu tahun yang lalu untuk menjenguk peri kecilnya." 
"pasti sang pangeran itu datang untuk memberikan kabar buruk. hm, pangeran itu jahat, pena...", selembar kertas itu kembali cemberut dan memalingkan mukanya ke bawah.
"bukan, kertas putih sayang.."
"lalu?" dengan nada sedikit jengkel.
"sang pangeran membawa sepasang cincin dan membawanya pergi ke istana nan megah tuk menemui raja dan ratu. kemudian tinggal bersama. hemm mereka bahagia selamanya "
"ahhh itu kan cuma di negeri dongeng." celetuk selembar kertas.
"bukan. sekarang aku telah melihat peri kecil itu. di sini. di tempat ini. tapi, dari tadi dia akhir-akhir ini sering termenung. entah apa yang dia fikirkan?"
"ahh, sudahlah..." selembar kertas itu semakin malas.   

Komentar