Musthalah Hadis

BAB II
PEMBAHASAN HADIS MUSALSAL

A. Pengertian Hadis Musalsal
        Musalsal secara bahasa berasal dari kata  سلسل يسلسل مسلسلة yang berarti berantai dan bertali menali. Hadis ini dinamakan hadis musalsal karena ada kebersamaan dengan rantai (silsilah) dalam segi pertemuan pada masing-masing perawi atau ada kesamaan dalam bagian-bagiannya.
Dalam istilah, sebagaimana yang dikatakan oleh Mahmud al-Thahan hadis musalsal adalah:
 تتا بع رجال اسنا ده علي صفة اوحالة للرواية تارة وللرواية تارة اخري
Keikutsertaan para perawi dalam sanad berturut-turut pada satu sifat atau pada satu keadaan, terkadang bagi para perawi dan dari periwayatan.
Muhammad Ajaj al-Khathib mengatakan bahwa hadis musalsal adalah
 هو الحديث الذي يتصل اسناده بحال (هيئة) اووصف - قولي اوفعلي- يتكرر في الرواة اوالرواية اويتعلق بزمن الرواية او مكانها
Adalah hadis yang sambung penyandarannya dalam satu bentuk / keaadaan atau satu sifat, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang terulang-ulang pada para periwayat atau pada periwayatan atau berkaitan dengan waktu atau tempat periwayatan.
Subhi As-Shalih mengatakan bahwa Hadis musalsal adalah Hadis musnad muttashil yang bebas dari pemalsuan (tadlis). Dalam periwayatannya selalu berulang perkataan-perkataan atau perbuatan-perbuatan yang sama, yang dinukil oleh setiap rowi dari orang diatasnya dalam sanad, hingga berakhir pada Rasulullah saw. Keterlepasannya dari tadlis dan keterputusannya mendorong pemula dalam ilmu ini mengenakan hukum secara spontan dan tergesa-gesa.
Syekh Muhammad Jamal ad-Din al-Qasimi (1283 – 1332 H/ 1866 – 1914 M) mengatakan bahwa hadis musalsal adalah
 المسلسل و هو ما تتابع رجال اٍسناده على حالة واحدة اٍما في الراوي قولا او فعلا او قولا و فعلا و اٍما على صفة واحدة
Yaitu hadis yang rijal as-sanadnya berurutan dalam satu keadaan adakalanya dari perowinya baik qowli, fi’li, atau qowli dan fi’li dan adakalanya dalam satu sifat.
Syekh Muhammad Ibn Alawy mengatakan bahwa hadis musalsal adalah
 الحديث الذي توارد رجال اسناده واحد فواحد, على حالة واحدة, او صفة واحدة.
Yaitu hadis yang rijal as-sanadnya berurutan satu dengan yang lain, berdasarkan satu keadaan atau satu sifat.
         Jadi, dari beberapa definisi diatas dapat saya simpulkan bahwa Hadis Musalsal adalah hadis musnad muttashil/ bersambung (dinukil oleh setiap rowi dari orang diatasnya dalam sanad sampai pada Rasulullah saw.), bebas dari tadlis yang penyandarannya dalam bentuk/ keadaan atau sifat baik perkataan maupun perbuatan.
B. Macam-macam Hadis Musalsal Hadis musalsal dibagi menjadi 3 , yaitu: 1. Musalsal bi ah{wa ar-ruwat (musalsal keadaan perawi) Musalsal keadaan perawi terkadang dalam perkataan (qawli), perbuatan (fi’li), atau keduanya (perkataan dan perbuatan atau qawli dan fi’li).
Contoh hadis musalsal qawli :
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللََِّّ بْنُ عُمَرَ بْنِ مَيْسَرَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللََِّّ بْنُ يَزِيدَ الْمُقْرِئُ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ بْنُ شُرَيْحٍ قَالَ سَمِعْ عُقْبَةَ بْنَ مُسْلِمٍ يَقُولُ حَدَّثَنِى أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِىُّ عَنِ الصُّنَابِحِىِّ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَ بَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللََِّّ -صلى اللَّ عليه أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ « فَقَالَ .» يَا مُعَاذُ وَاللََِّّ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللََِّّ إِنِّى لأُحِبُّكَ « وسلم- أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ وَأَوْصَى بِذَلِكَ مُعَاذٌ الصُّنَابِحِىَّ وَأَوْصَى بِهِ .» كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ الصُّنَابِحِىُّ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ
Hadis Mu’adz bin Jabal, bahwasannya Nabi saw. bersabda kepadanya: Wahai Mu’adz sesungguhnya aku mencintaimu, maka katakanlah pada setelah shalat: Ya Allah tolonglah aku untuk dzikir kepada-Mu, syukur kepada-Mu, dan baik dalam ibadah kepada-Mu. (HR. Abu Dawud)
Hadis diatas musalsal pada perkataan setiap perawi ketika menyampaikan periwayatan dengan ungkapan: sesungguhnya aku mencintaimu, maka katakan di setiap selesai shalat. Setiap perawi yang menyampaikan perawi hadis ini selalu memulai dengan kata-kata tersebut sebagaimana yang dilakukan Rasulullah kepada Mu’adz.
Contoh hadis musalsal fi’li (perbuatan) :
 حديث ابي هريرة قال: شبك بيدي ابو القاسم صلي اللَّ عليه وسلام وقال: خلق اللَّ الارض يوم السبُ
Hadis Abu Hurairah dia berkata: Abu al-Qasim (Nabi) memasukkan jari-jari tangannya kepada jari-jari tanganku (jari-jemari) bersabda: “Allah menciptakan bumi pada hari sabtu.” (HR. Al-Hakim)
Setiap perawi yang menyampaikan periwayatan selalu jari-jemari terhadap orang yang menerima hadis tersebut sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw.
Contoh musalsal qawli dan fi’li :
 حديث انس بن مالك رضي اللَّ عنه قال: قال رسول اللَّ صلي اللَّ عليه وسلام: لايجد العبد حلاوة الايمان حتي يؤمن بالقدر خيره وشره, حلوه ومره, وقبض رسول اللَّ صلي اللَّ عليه وسلام علي لحيته وقال أمن بالقدر خيره وشره, حلوه ومره
Hadis Anas bin Malik ra. berkata: Rasulullah bersabda: seorang hamba tidak mendapatkan manisnya iman sehingga beriman kepada ketentuan Allah (qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya. Rasulullah sambil memegang jenggot dan bersabda: “aku beriman kepada ketentuan Allah (qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya.” (HR. Al-Hakim secara musalsal)
Hadis di atas musalsal qawli dan fi’li (musalsal perkataan sekaligus perbuatan) yaitu perkataan: “Aku beriman kepada ketentuan Tuhan (qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya” dan perbuatan memegang jenggot. Semua perawi ketika menyampaikan periwayatan juga melakukan hal itu sebagaimana Rasulullah.
2. Musalsal bi shifat ar-ruwat (sifat periwayat) Musalsal ini dibagi menjadi qawli (perkataan) dan fi’li (perbuatan).
Contoh hadis musalsal sifat perawi dalam bentuk qawli (perkataan):
 أن الصحابة سالوا الرسول اللَّ صلي اللَّ عليه وسلام عن أحب الاعمال الي اللَّ عزوجل ليعملوه فقرأ عليهم سورة الصف
Bahwasannya sahabat bertanya kepada Rasulullah saw. tentang amal yang paling disukai Allah agar diamalkan, maka Nabi membacakan mereka surah ash-Shaff.
Hadis ini musalsal pada membacakan surah ash-Shaff. Setiap periwayat membacakan surah Ash-Shaff ketika menyampaikan periwayatan kepada muridnya atau menerima hadisnya.
Contoh musalsal sifat perawi dalam bentuk fi’li (perbuatan)
 حديث ابن عمر مرفوعا: البيعان بالخيار
Hadis Ibnu Umar secara marfu’: penjual dan pembeli boleh mengadakan khiyar (memilih jadi atau tidak). Hadis di atas musalsal diriwayatkan oleh fuqaha’ kepada para fuqaha’ secara terus menerus. Atau termasuk musalsal ini seperti kesepakatan nama para perawi, seperti musalsal dalam nama Al-Muhammadin kesepakatan dalam menyebut bangsa/nisbat mereka seperti musalsal dalam menyebut Ad-Dimasyqiyin dan Al-Mishriyin.
3. Musalsal bi shifat ar-riwayah (musalsal dalam sifat periwayatan) Dalam musalsal ini terbagi menjadi 3 macam, yaitu musalsal dalam bentuk ungkapan penyampaian periwayatan (ada’), musalsal pada waktu periwayatan, dan musalsal pada tempat periwayatan.
Contoh musalsal dalam bentuk ungkapan periwayatan seperti hadis musalsal pada perkataan setiap perawi dengan menggunakan سمع فلانا = aku mendengar si Fulan atau حدثنا فلانا , اخبرنا فلانا = memberitakan kepada kami si Fulan dan seterusnya.
Contoh musalsal pada waktu periwayatan:
 حديث ابن عباس قال : شهدت رسول اللَّ صلى اللَّ عليه وسلم في يوم فطر أو أضحى, فلما فرغ من الصلاة أقبل علينا بوجهه, فقال : أيها الناس قد أصبتم خير ا
Hadis Ibnu Abbas berkata: “Aku menyaksikan Rasulullah saw. pada hari raya idul fitri atau idul adha, setelah beliau selesai shalat menghadap kita dengan wajahnya kemudian bersabda: “wahai manusia kalian telah memperoleh kebaikan...,”
Hadis di atas musalsal waktu periwayatan yaitu pada hari raya idul fitri atau idul adha. Setiap perawi mengungkapkan kalimat tersebut dalam menyampaikan periwayatan kepada muridnya.
Contoh musalsal pada tempat periwayatan, seperti kata Ibnu Abbas tentang terijabah do’a di multazam:
 سمع رسول اللَّ صلى اللَّ عليه وسلم يقول: الملتزم موضع يُستجابُ فيه الدعاء, وما دعا اللَّ فيه عبد دعوة الا استجاب له
Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Multazam adalah suatu tempat yang diperkenankan doa padanya, tidak ada seorang hamba yang berdoa padanya melain dikabulkannya.”
 قال ابن عباس : فواللَّ ما دعوت اللَّ عز و جل فيه قط منذ سمع هذا الحديث الا استجاب لي
Ibnu Abbas berkata: Demi Allah, aku tidak berdoa kepada Allah padanya sama sekali sejak mendengar hadis ini melainkan Allah memperkenan doaku. Hadis musalsal pada tempat periwayatan, masing-masing periwayat mengungkapkan sebagaimana perkataan Ibnu Abbas tersebut setelah menyampaikan periwayatan hadis kepada orang lain.
Imam Al-Hakim Abu Abdillah membagi Hadis Musalsal menjadi 8 macam :
1. المسلسل بسمعُ
2. المسلسل بقولهم قم فصب على حتى أريك وضوء فلان
3. المسلسل بمطلق ما يدل على الاتصال من سمع أو أنا أو ثنا واٍن اختلف ألفاظ الرواة في الفاظ
الأداء
4. المسلسل بقولهم فان قيل لفلان من امرك بهذا قال يقول أمرني فلان
5. المسلسل بالأخذ باللحية, وقولهم امن بالقدر خيره و شره
6. المسلسل بقولهم وعدهن في يدي
7. المسلسل بقولهم شهد ت على فلان
8. المسلسل بالتشبيك باليد
Pembagian tersebut berdasarkan sanad-sanad muttashil.
C. Hukum dan Faedah Hadis Musalsal Terkadang Hadis terjadi musalsal dari awal sampai akhir dan terkadang sebagian musalsal terputus di permulaan atau di akhiran. Oleh karenanya Al-Hafizh Al-Iraqi ( 725 – 806 H ) berkata: sedikit sekali hadis musalsal yang selamat dari kedha’ifan, dimaksudkan di sini sifat musalsal bukan pada asal matan karena sebagian matan shahih. Imam Ibnu Hajar al-Astqalani ( w. 842 H ).
berkata: musalsal yang paling shahih di dunia adalah musalsal hadis membaca Surah Ash-Shaff. Disebutkan dalam Syarah An-Nukhbah musalsal para huffazh memberi faedah ilmu yang pasti (qath’i). Dengan demikian tidak seluruh hadis musalsal shahih. Hukum musalsal adakalanya shahih, hasan, dan dha’if tergantung keadaan para perawinya. Sebagaimana tinjauan pembagian hadis di atas, bahwa musalsal adalah sifat sebagian sanad, maka tidak menunjukkan keshahihan suatu hadis. Keshahihan suatu hadis ditentukan lima persyaratan yakni persambungan sanad, periwayat yang adil dan dhabith, tidak adanya syadzdz dan ‘illah. Diantara kelebihan musalsal adalah menunjukkan ke-muttashil-an dalam mendengar, tidak adanya tadlis dan inqitha’, dan nilai tambah ke-dhabith-an para perawi. Hal ini dibuktikan dengan perhatian masing-masing perawi dalam pengulangan menyebut keadaan atau sifat para perawi atau periwayatan.
Subhi as-Shalih menukil perkataan Imam Ibnu Katsir (w. 774 H) didalam kitabnya Ikhtishar Ulum al-Hadis: ”Faedah Tasalsul (kesinambungan) adalah menjauhkan suatu hadis dari pemalsuan dan keterputusan. Meskipun begitu, jarang hadis shahih disampaikan secara musalsal.14 Beliau juga menukil bahwa kadang-kadang asal matan dalam hadis jenis ini memang shahih, karena terhindar dari tadlis. Tetapi kelemahan itu bisa saja terjadi semata-mata melalui kesinambungan sebagian perkataan atau perbuatan dalam periwayatannya sendiri, karena sulitnya kesinambungan dan lengkapnya persamaan ini dalam penukilan hadis. Dengan demikian, banyak terdapat matan hadis yang shahih tanpa keshahihan periwayatannya sendiri dengan tasalsul, menurut cara yang telah kami lukiskan.
Ibnu Hajar al-Astqalani (w. 842 H) berkata, “Musalsal termasuk sifat isnad.” Hal ini berbeda dengan hadis marfu’ dan semisalnya, yang merupakan sifat matan. Berbeda pula dengan hadis shahih, yang merupakan sifat isnad dan matan sekaligus. Dari penjelasan di atas dapat saya simpulkan bahwa musalsal merupakan sifat sebagian sanad, sedangkan asal matannya sebagian adalah shahih. Terkadang hadis terjadi musalsal dari awal sampai akhir dan terkadang terputus di awal atau di akhir. Jadi, hukum hadis musalsal itu bisa shahih, hasan, atau dha’if tergantung perawinya.
D. Kitab-kitab Hadis Musalsal Diantara kitab Hadis Musalsal yang terkenal adalah sebagai berikut:
1. Al-Musalsalat Al-Kubra, karya As-Suyuthi (w. 911 H), memuat 85 buah hadis.
2. Al-Manahil As-Salsalah fi Al-Hadis Al-Musalsalah, karya Muhammad Abdul Baqi Al-Ayyubi, mengandung sebanyak 212 buah hadis.
3. Al-Musalsalat, karya Al-Hafizh Isma’il bin Ahmad bin Al-Fadhal Al-Taymi (w 535 H).
4. At-Thali’ as-Sa’id al-Muntakhab min al-Musalsalat wa al-Asanid, karya Muhammad ibn Alawiy ibn Abbas al-Maliki al-Husaini



REFERENSI
Al-Iraqi, Zainuddin Abdurrahim Ibn al-Husain. 1400 H. At-Taqyid wa Al-Idhah fi Syarh Muqaddimah Ibn Shalah. ttp : Maktabah Anas bin Malik.
As-Shalih, Subhi. 2009. Membahas Ilmu-ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Al-Sijistani, Abu Dawud Sulaiman ibn al-Asy’ats. (275 H). 1420 H/ 1999 M. Sunan Abi Dawud Juz 2. Dar al-Hadist: Kairo
Ath-Thahhan, Mahmud. 1405 H/ 1985 M. Taysir Mushthalah al-Hadis. Cet. Ke-7. Kuwait: al-Haramain.
Ibnu Alawi, Muhammad. 1402 H. Al-Qawa’id al-Asasiyah fi Ilmi Mushthalah al-Hadis. Jiddah: Sihr.
Ibnu Alawi Ibn Abbas al-Maliki, Muhammad. ttp. Ath-Thali’ as-Sa’id al-Muntakhab min al-Musalsalat wa al-Asanid. Jiddah: Sihr.
Jamal ad-Din, Muhammad. tth. Qawa’id at-Tahdis min Funun Mushthalah al-Hadis. ttp: Daar al-Kutub al-‘Arabiyah.
Khon, Abdul Majid. 2010. Ulumul Hadis. Cet. Ke-4. Jakarta: Amzah.

Komentar