.....

Tidak terasa sudah memasuki tahun ke tiga aku kuliah di program studi keperawatan. Aku masuk prodi ini tanpa tahu siapa sebenarnya perawat itu? apa tugas dan kewajibannya? seperti apa kuliahnya? berapa tahun lama studinya? yah, pokoknya semuanya aku sama sekali tidak tahu. aku kuliah hanya karena -kebetulan- diterima lewat jalur beasiswa. Senang, karena ini adalah cita-cita orang tuaku. Lebih tepatnya ibuku. Apalagi kebahagiaan anak jika tidak membahagiakan orang tua? Ibuku ingin sekali punya anak yang -ya gambaran seorang tenaga kesehatan di rumah sakit. pakai baju dinas putih, setiap waktu untuk menolong orang. Dulu aku pernah ditanya,"kamu nggak pengen jadi seperti itu?" ibu menunjuk seorang perawat yang sedang menolong mbah saya. spontan aku jawab,"mboten (tidak)." Sungguh jawaban itu keluar begitu saja. Karena cita-citaku setelah lulus adalah melanjutkan studi di al-Azhar, Cairo Mesir. itu saja. pun usahaku dari kelas satu MTs sampai kelas tiga MA benar-benar untuk kesana. Itu sekelumit sejarah zaman dulu. sekarang sudah tidak perlu dibahas lagi. yang perlu adalah menghadapi apa yang ada dan melakukan yang terbaik sebagai bentuk syukur terhadap takdir.
Sedikit demi sedikit aku diperkenalkan dengan dunia ini. Dunia keperawatan. Memang benar-benar luar biasa peran seorang perawat. Perawat bisa menjadi care giver (pemberi layanan kesehatan), educator (pendidik), advocate (advokasi), change agent (agen perubahan), colaborator (berkolaborasi dalam pemberian layanan kesehatan), researcher (peneliti). Salah satu konsep teori dalam keperawatan adalah yang dikemukakan oleh tokoh keperawatan, Virginia Henderson. Teori Handerson berfokus pada individu yg berdasarkan pandangannya, yaitu bahwa jasmani (body) dan rohani (mind)  tidak dapat dipisahkan. Menurut Handerson, manusia adalah unik dan tidak ada dua manusia yang sama. Kebutuhan dasar individu tercermin dalam 14 komponen dari asuhan keperawatan dasar. (basic nursing care).(pengantar profesi & praktek keperawatan professional, Kusnanto). Model konsep keperawatan yang dijelaskan oleh Virginia Handerson adalah model konsep aktivitas sehari hari dengan memberikan gambaran tentang fungsi utama perawat yaitu menolong seseorang yang sehat/sakit dalam usaha menjaga kesehatan atau penyembuhan atau untuk menghadapi kematiannya dengan tenang.Usaha tersebut dapat dilakukan sendiri oleh klien bila ia sadar,berkemauan dan cukup kuat,oleh karena itu perawat berperan untuk memandirikan klien sebagai kemampuan yang harus dimiliki . Dari penjelasan tersebut tujuan keperawatan yang dikemukakan oleh Handerson adalah untuk bekerja secara mandiri dengan tenaga pemberi pelayanan kesehatan dan membantu klien untuk mendapatkan kembali kemandiriannya secepat mungkin. Dimana pasien merupakan mahluk sempurna yang dipandang sebagai komponen bio, psiko, sosio, cultural, dan spiritual yang mempunyai empat belas kebutuhan dasar.(Aplikasi model konseptual keperawatan, Meidiana D). Jadi, menurut Handerson peran perawat adalah menyempurnakan dan membantu mencapai kemampuan untuk mempertahankan atau memperoleh kemandirian dalam memenuhi empat belas kebutuhan dasar pasien. Faktor menurunnya kekuatan, kemauan dan pengetahuan adealah penyebab kesulitan pasien dalam memperoleh kemandiriannya. Untuk itu diperlukan focus intervensi yaitu  mengurangi penyebab dimana pola intervensinya adalah mengembalikan, menyempurnakan, melengkapi, menambah, menguatkan kekuatan, kemauan, dan pengetahuan.
Selain itu, ada model konsep keperawatan menurut Medeleine Leininger, Teori ini menjabarkan konsep
keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa mengalami disorientasi. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan. Kemudian ada juga model konsep keperawatan menurut Calista Roy tentang adaptasi, Dorothea Orem tentang self care, Florence Nightingale tentang lingkungan yang sehat dan bersih, dan masih banyak lagi.
Meskipun begitu bayang-bayang keragu-raguan belum hilang sepenuhnya. Artinya masih berusaha memantapkan diri karena -terlanjur nyebur- di dunia tersebut. Cita-cita yang sempat terkubur pun ingin kugali lagi. ah, aku pikir aku hanya buang-buang waktu jika aku masih terus mengejar itu. Aku harus lebih fokus pada jalan yang sudah Dia tentukan, tapi cita-cita untuk bertemu negeri seribu menara itu tidak bisa hilang dari setiap detik waktuku. Mungkin suatu hari nanti aku akan sampai pada harapanku itu. insyaAllah.
Kembali pada pertanyaan yang menjadi judul besar dari coretan ini, cerita ini membuat saya semakin bersyukur atas jalan takdir ini. Di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN syarif hidayatullah jakarta ada empat program studi. Program studi Kesehatan masyarakat, Farmasi, pendidikan dokter, dan ilmu keperawatan. Nah, sebenarnya aku iri sama prodi-pprodi yang lain, kita -prodi keperawatan- itu seperti kaum minoritas. kenapa? komunitasnya sedikit, dosennya terbatas, ruang kelasnya ya situ2 ja, kuliah tiap hari di lantai empat mulu. Hidupnya hanya di kelas dan laboratorium keperawatan. ya. Di lantai empat. 
terlepas dari semua itu, ternyata ada hal besar yang baru aku tahu, kenapa di prodi Keperawatan FKIK UIN ini yang diterima hanya sedikit, dibandingkan dengan prodi-prodi lain seperti pendidikan dokter yang sekitar seratus mahasiswa setiap angkatan, prodi Farmasi yang sampai dibagi tiga kelas, prodi kesehatan masyarakat yang juga ada empat kelas. tapi keperawatan? cukup satu kelas yang terdiri dari 57 mahasiswa
(itu angkatanku. kebetulan angkatan yang paling banyak mahasiswanya dan paling banyak cowoknya, padahal cuma 10 orang, hehe). kenapa demikian? apa peminatnya sedikit? apa bayarnya mahal? apa tidak mampu membayar dosennya? haha lucu kalau itu alasannya.
Pada kesempatan stadium general yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa, prof. Dr. dr. (hc) MK. Tadjuddin Sp. And, Dekan FKIK UIN yang pertama, mantan Rektor UI, mengatakan,"saya kagum dengan prodi keperawatan, memang mereka jumlahnya sedikit, berbeda dengan prodi-prodi yang lain, bukan berarti karena peminatnya sedikit, peminatnya banyak sekali, tapi kenapa hanya sedikit yang diterima? ini tidak terlepas dari perang seorang, yaitu ibu Tien Gartinah, MN, Ketua prodi ilmu keperawatan pertama UIN syahid, mnatan dekan Fakultas ilmu keperawatan UIN, beliau meminta langsung kepada saya agar tidak perlu menerima mahasiswa keperawatan banyak-banyak, sedikit saja tapi berkualitas, beliau tidak ingin perawat lulusan UIN ini nantinya terbawa arus ketika melakukan praktik klinik di rumah sakit, beliau ingin perawat lulusan UIN ini adalah perawat profesional yang bertanggungjawab terhadap profesinya. Sehingga dengan jumlah yang sedikit ini beliau dan para dosen dapat mengontrol dengan baik supaya ilmu, teori yang telah mereka dapat di kampus benar-benar dapat mereka aplikasikan di rumah sakit. sekali lagi, tidak terbawa oleh arus budaya - yang tidak sesuai dengan konsep teori- di rumah sakit. jadi, kalian yang sudah diterima disini adalah orang-orang pilihan diantara yang lain". itu sekilas pidato beliau.
Beliau, ibu Tien selalu mengatakan -ketika kuliah dengan beliau- kita, perawat bukan pembantu profesi lain, kita adalah profesi sendiri yang setara dengan profesi lain. Jenjang pendidikan kita sama dengan profesi lain. sama-sama S1, S2, dan S3, sama-sama punya pendidikan profesi, mereka punya pendidikan spesialis, perawat juga punya pendidikan spesialis (spesialis keperawatan medikal bedah, spesialis keperawatan jiwa, spesialis keperawatan maternitas, spesialis keperawatan anak, spesialis keperawatan komunitas, dll), kita juga punya organisasi profesi, organisasi mahasiswa satu profesi. Ya, begitu hebatnya beliau, seorang wanita promotor kemajuan keperawatan di Indonesia.
Semakin yakin bahwa inilah jalan takdirku. Sekaligus pukulan keras bagi saya. Sebuah kepercayaan, dan tantangan yang harus saya buktikan. Empat tahun S1 dan 1,5 tahun profesi bukan waktu yang singkat, prosesnya pun kian panjang, suka dukanya apalagi? (haha lebay dikit) maka jangan sia-siakan kesempatan. "Buktikan bahwa anda memang orang pilihan yang nantinya akan merubah paradigma keperawatan di Indonesia, dan mengembalikan jalurnya yang sudah sangat salah kaprah!!!"

Komentar